Lebaran tahun 2017 telah usai, namun bukan berarti kebiasaan yang kerapkali dilakukan beberapa orang menjelang lebaran juga berhenti begitu saja. Semisal, renovasi rumah agar rumah terlihat lebih bagus di hari lebaran. Biasanya kebiasaan seperti ini juga dilakukan hanya oleh kalangan tertentu saja.

Untuk mereka yang tinggal di daerah perkotaan dan tidak pulang kampung, justru tempat tinggalnyalah yang dijadikan tempat temu sapa saling bersilaturahim seluruh anggota keluarga dari berbagai kota lain. Dengan sengaja merenovasi rumah karena cat temboknya terlihat sudah luntur atau kotor bekas corat – coret pulpen dan crayon hasil ukiran anak – anak yang sebenarnya sudah beberapa bulan masih menghiasi dinding tembok, kayu mulai rapuh karena dirayapi dalam beberapa bulan terakhir dan si pemiliknya telah tahu itu sejak mula, wastafel bocor dijadikan tempat pembuangan puntung rokok yang baru akan diperbaiki, dan kerusakan lainnya dirasa perlu dibetulkan dan dibuat cantik, bahkan pembiaran sumber bau sekian lama seperti toilet sengaja dibikin kinclong dan selokan sengaja dibersihkan untuk menyambut lebaran.

Renovasi semacam ini bila menggunakan tenaga sendiri mungkin tidak membutuhkan biaya banyak, namun bila perlu menggunakan jasa tukang tentu akan mengeluarkan budget tidak sedikit.

Dengan mempercantik rumah mencerminkan kesiapan diri menyambut datangnya hari kemenangan umat Islam. Namun apakah hanya rumah saja yang perlu direnovasi dalam menyambut datangnya lebaran?

Tentu saja yang terpenting adalah renovasi diri. Berapa lama kita telah hidup di dunia? Di tahun ini berapa usia kita sekarang? Semakin bumi bertambah usia artinya semakin berkurang umur kita. Kian menua kian merapuh. Secara fisik. Hal ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan kita semua tentang perlunya renovasi diri guna mempersiapkan kematian.

Berapa banyak orang yang telah kita lukai perasaannya tanpa kita sadari bahkan dengan sengaja? Berapa kali kita melakukan perbuatan keji dan sanggupkah sisa usia kita digunakan untuk menebusnya?

Berakhirnya bulan Ramadhan bukan berarti berakhir pula perlombaan manusia dalam beribadah pada Allah SWT. Justru datang dan perginya bulan Ramadhan harus dijadikan bahan perenungan mengenai dapat atau tidaknya usia kita untuk kembali merengkuh bulan suci di tahun depan? Artinya apakah Allah akan memberikan kesempatan kepada kita untuk tetap bisa merasakan nikmatnya bulan puasa dan melaksanakan sholat idul fitri di tahun depan?

Tentu ini berkaitan dengan usia kita. Jika Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk meneruskan hidup di dunia dan menikmati bulan Ramadhan di tahun depan sudah sepatutnya kita bersyukur, tapi apabila tidak, siapkah kita mati dengan amal seadanya? Yakin masuk surga?

Membeli pakaian baru, menyiapkan berbagai menu makan, dan membeli berbagai makanan, bahkan sampai kepada merenovasi rumah bukanlah sebuah keharusan dalam menyambut datangnya lebaran. Merupakan suatu keharusan bagi kita adalah dengan memperbaiki kualitas diri.

Kualitas iman yang mengacu pada Keceradasan Spiritual ( SQ ), mengatur emosi yang mengacu pada Kecerdasan Emosional ( EQ ). dan kepandaian berpikir yang mengacu pada Keceradasan Intelektual ( IQ ), apakah ketiga hal ini sudah menguasai diri kita?

Mereka yang memiliki ketiga hal tersebut pasti hidupnya telah seimbang, namun bagi yang belum pasti hidupnya dipenuhi dengan kebimbangan.

Berakhirnya bulan Ramadhan tahun ini harus ditutup dengan semangat baru untuk terus memperbaiki diri setiap waktu. Bila kemarin datang ke sekolah terlambat lima belas menit, berjanjilah bila esok datang terlambat hanya sepuluh menit, dan besoknya lagi telat cuma lima menit, lalu berjanjilah bila seterusnya tidak lagi datang terlambat. Bila kemarin dicekik macet lalu dari dalam mobil dengan sengaja menglakson berkali – kali, berjanjilah jika esok kembali diserang macet cukup menglakson dua kali, dan esoknya lagi berjanjilah untuk besabar dengan tidak menglakson kendaraan di depan yang juga terhenti karena macet. Jika semalam membiarkan istri atau suami kita sholat tahajud sendiri, maka berjanjilah untuk menemaninya malam ini hingga seterusnya. Jika hari ini ditegur atasan karena kesalahan yang kita lakukan, berjanjilah pada diri sendiri agar besok tidak mengulangi kesalahan dan membuktikan diri kita tidak lagi layak untuk ditegur justru kita layak dihargai atas pekerjaan yang telah kita lakukan. Kalau kemarin ujian matematika dapat nilai tiga puluh, berjanjilah jika ujian lagi bisa mendapatkan nilai lima puluh, dan untuk ujian selanjutnya mendapat nilai delapan puluh, dan seterusnya hingga mendapat angka sempurna.

Perubahan yang terjadi pada diri manusia tentu tidak serta merta langsung seratus persen, pasti bertahap. Toh manusia lahir saja tidak langsung bisa berjalan kok, harus melalui beberapa proses untuk bisa berjalan disesuaikan dengan masanya. Begitu pun perubahan yang diupayakan oleh tiap individu untuk mengarahkan diri ke arah lebih baik juga memerlukan proses yang waktunya tidak sekejap.

Renovasi diri penting untuk membentuk diri menjadi pribadi matang. Renovasi diri tentu harganya pun lebih murah dibanding membeli pakaian baru bermerek atau merenovasi rumah. Meski harga lebih murah namun manfaatnya melebihi harga beli bahkan harga pakaian bermerek dan harga renovasi rumah sekalipun.

Yuk, renovasi diri kita sebelum Allah merenovasi berulang bagian – bagian tubuh kita yang rusak akibat azab di neraka. Naudzubillahimindzalik.

4 Total Views 1 Views Today