Berani Jujur Hebat, Mungkinkah Pemilu Tanpa Serangan Fajar ?

Karyneiko
  • 2 tahun
  • 263
  • 0

Hanya hitungan hari kita akan menghadapi pemilu 2019. Kali ini kita pemilihan presiden dan pemilihan legislatif secara bersamaan digelar.

Semakin mendekati hari H para Caleg (Calon Legislatif) dan Capres (Calon Presiden) mendekati rakyat mencari simpati agar terpilih. Semua mengatasnamakan kepentingan masyarakat.

Apakah masyarakat percaya dengan semua visi, misi serta janji para politikus ? Jawabanya iya dan tidak.

Sebagian masyarakat memilih iklas menyalurkan hak politiknya dengan memilih capres atau caleg yang sesuai dengan hatinya. Namun sebagian besar memilih karena adanya janji bahkan hadiah.

Yup, jual beli suara bukan hal yang aneh terjadi di negara kita. Padahal ada undang-undang yang melarangnya. Tidak main-main baik pemberi atau penerima uang bisa terkena ancaman pidana.

Beberapa waktu lalu seorang artis memberikan sesuatu kepada masyrakat dan dianggap sebagai money politic. Terbukti bersalah dan terkena hukuman pidana serta dicoret haknya sebagai calon legislatif.

Apakah kejadian tersebut membuat para caleg menjadi jera dan mengurungkan niatnya untuk memberi hadiah kepada calon pemilih ?

Sepertinya tidak, terbukti seorang caleg terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerenya uang yang disita  KPK sebanyak 8 Miliar, dalam 84 dus terbagi 400 ribu amplop berisi uang pecahan 50 ribu dan 20 ribu  akan digunakan untuk “Serangan Fajar” 17 April mendatang.

Money politic pake uang korupsi, rakyat disogok pake uangnya sendiri. Pertanyaanya apakah bisa pileg dan pilpres tanpa serangan fajar ? Berani jujur hebat kata KPK.

Fenomena serangan fajar sepertinya jadi adat istiadat setiap penyenggaraan pemilu baik pilpres, pileg maupun pilkada. Apakah ini keinginan dari pemilih atau hasrat dari yang akan dipilih ?

Sejak saya berusia 17 tahun selalu menyalurkan hak politik saya baik pilpres, pileg atau pilkada. Belum pernah sekalipun mendapatkan amplop serangan fajar karena saya memilih sesuai dengan hati nurani gak bisa dibeli oleh uang berapapun.

Namun masih banyak masyarakat yang menginginkan amplop serangan fajar. Bahkan ada yang bilang kalau gak kasih amplop gak bakal milih siapapun.

Kok bisa ya masyarakat ada yang beranggapan seperti itu. Tentunya ini berdasarkan pengalaman mereka saat memilih calonya dan menang, namun mereka terlupakan bahkan untuk sekedar bertemu pun sangat sulit dengan berbagai alasan.

“Toh mereka saat sudah jadi lupa kok sama yang milih,” itulah yang kerap kita dengar dari pemilih

Alasan inilah yang menjadikan para pemilih menginginkan imbalan saat pemilu. Mereka gak peduli kalau hal tersebut terlarang.

Mungkin kekhawatiran ini pula yang menyebabkan para calon nekad menggunakan cara money politic. Mereka takut tidak terpilih atau bahkan khawatir calon pemilih beralih kepada yang calon lain yang memberikan uang.

pernah saya berbincang dengan anggota legilatif yang tidak memberikan serangan fajar saat pencaleganya yang kedua. Hasilnya turun dari saat pertama kali dia mencalonkan diri.

“Padahal selama 5 tahun ini saya selalu mudah ditemuin konstituen saya. Program yang diusulkan pun saya realisasikan lewat aspirasi yang saya miliki, namun mereka lebih memilih caleg yang memberi serangan fajar,” tuturnya

Tentu saja tidak semua caleg, cawalkot, cabup, cagub atau capres melakukan serangan fajar meraup suara. Ada yang berkeyakinan bahwa mereka mendapat jabatan karena sudah ditakdirkan oleh sang pencipta.

“Kalau uang pasti keluar, baik untuk biaya konsolidasi, operasional atau bantuan kegiatan. Tapi saya sama sekali tidak pernah dan tidak ingin memberikan serangan fajar karena tidak mengedukasi masyarakat,” aku seorang caleg yang sudah dua kali menjabat tanpa serangan fajar

Kepercayaan masyarakat kepada para wakil rakyat yang menurun hingga mereka mengharapkan suaranya dihargai oleh nominal uang. Minimalnya mereka tidak hanya menelan janji belaka.

Seburuk inikah wajah demokrasi di negara kita. Pesta demokrasi yang berubah menjadi ajang suap masal. Peran KPU sebagai penyelanggara pemilu wajib mengedukasi masyarakat agar kembali menggunakan hak nya bukan karena dibeli. Badan pengawas pemilu (Bawaslu) harus bertindak tegas menindak para pelanggar dengan aturan yang berlaku. Jangan sampai wajah demokrasi semakin terpuruk hingga menciptakan koruptor baru setelah mereka menjabat.

Tentunya kita belum lupa DPRD malang nyaris seluruh anggotanya piknik ke KPK karena terlibat kasus korupsi sampai unsur pimpinan juga.

Tragis memang kasus korupsi yang melibatkan para wakil rakyat, bupati, walikota, gubernur bahkan mentri dalam kabinet. Jadi mungkinkah pemilu tanpa serangan fajar ? BERANI JUJUR HEBAT !!!!