Capek Kuliah dan Kalimat “Mau Nikah Aja”

“Tugas banyak banget”, “Jam segini harusnya udah istirahat tapi masih rapat”, “Danus ngga kelar-kelar”, “LPJ lagi LPJ lagi”, “Capek banget, mau nikah aja”.

Saya seorang mahasiswa semester 4 di salah satu perguruan tinggi negeri di Cirebon. Seperti mahasiswa pada umumnya, saya dihadapkan dengan banyaknya tugas-tugas yang menuntut untuk segera diselesaikan. Belum lagi menjelang Ujian Akhir Semester tugas bertambah banyak. Di samping itu, saya pun mengikuti organisasi baik itu intra maupun ekstra kampus. Dan di setiap organisasi tersebut banyak program-program yang harus saya kerjakan. Jadwal kegiatan pun seringkali bentrok. Tak jarang kuliah saya terlantar dan tugas pun tertunda. Terlebih pada bulan Ramadan lalu, kegiatan saya full dari hari pertama puasa hingga H-3 lebaran. Bahkan setelah Syawal pun, rangkaian kegiatan sudah menunggu saya untuk tidak berleha-leha.

Seperti sudah tradisi di Indonesia, di bulan Syawal banyak sekali yang melangsungkan pernikahan. Orang-orang seperti berbondong-bondong melakukan ibadah di bulan yang fitri. Beberapa waktu lalu, saya diundang ke pernikahan 3 teman di 2 hari yang berbeda. Ya seperti yang sudah semestinya, saya datang sebagai tamu undangan. Itung-itung refreshing, mencoba menguraikan kepenatan dengan menyaksikan kebahagiaan orang lain dalam menempuh hidup baru. Juga sebagai ajang untuk reuni, karena di acara pernikahan itu banyak teman-teman lama yang juga turut hadir di hari bahagia itu.

Di tengah kejenuhan saya dalam menjalani aktivitas, baik itu di organisasi dan terlebih lagi kegiatan perkuliahan membuat pikiran liar saya bekerja. Sepulang dari menghadiri kondangan di hari Minggu kemarin, terlintas pikiran untuk segera menikah. Saya merasa penat akan kegiatan yang selama ini saya lakukan. Beban tugas di kampus dan organisasi terasa semakin berat. Saat menghadiri resepsi pernikahan, saya melihat pasangan pengantin berbahagia, menyalami tamu satu-persatu. Diberkahi oleh tamu undangan yang berbondong-bondong memberikan doa. Tidak ada beban yang terlihat dari rona wajah kedua pasangan. Memulai lembar kehidupan baru sebagai pasangan suami istri. Hal itu juga yang membuat saya ingin mengakhiri masa lajang dan menikah.

Tak heran kalau banyak teman-teman saya yang juga punya kegiatan seabreg, dan di tengah kesibukannya dia sambat di status “capek, mau nikah aja:'(“, karena saya pun merasakan. Melihat pasangan berbahagia di atas pelaminan, bergejolak juga jiwa-jiwa yang sudah lama menyendiri untuk diberi kasih sayang. Diri ini seakan ingin mengakhiri kesibukan yang entah kapan selesai ini untuk berumah tangga. Seolah menikah adalah solusi terbaik dari lelahnya berkegiatan. Padahal, jika dipikirkan lagi matang-matang menikah bukanlah satu-satunya solusi. Wajar jika kita merasa lelah atas aktivitas yang dijalani. Kita manusia dan bukan robot yang bisa bekerja nonstop. Namun, menikah bukan perkara mudah.

Menikah bukan hanya tentang berdiri di atas pelaminan, menyalami satu persatu tamu yang bahkan ada yang tidak dikenal. Menikah bukan hanya perkara sebar undangan dan menyiapkan souvenir. Menikah lebih dari itu. Menyatukan dua keluarga, berganti status menjadi istri, berubah tanggung jawab, dan tetek bengek lainnya yang bahkan lebih rumit dari tugas-tugas kuliah di kampus. Untuk itu, saat merasa lelah atas kesibukan yang tak hingga alternatif yang bisa dilakukan antara lain refreshing, me time, melepas semua tanggung jawab sosial untuk sementara dan jangan lupa sambat. Sambat sebagai alternatif melepas penat, melepas kekacauan pikiran dengan kata-kata yang tanpa disadari bisa sedikit mengurangi beban. Capek boleh, istirahatlah sejenak, tapi jangan berhenti. Perjuanganmu belum selesai, belum seharusnya berakhir, kamu masih mampu. Teruslah berjalan, semua akan ada akhirnya. Dan saat kamu memperjuangkannya dengan telaten, hasil yang baik akan menunggumu di ujung sana. Selamat berjuang akhi wa ukhtiku.