Ngobrolin Film Pendek dan Sarana Apresiasinya

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai film, saya lebih dulu akan sedikit membahas tentang movie dan film. Sekadar beda bahasa atau memang beda makna? Lah movie dan film kan sama, Cuma beda bahasa doang. Movie dari Bahasa Inggris, film dari Bahasa Indonesia dan ada di KBBI. Artinya sama-sama cerita yang hidup dan diwujudkan ke dalam bentuk audio visual.

Itulah yang saya pahami. Sampai di gelaran Cirebon Film Festival 2019 kemarin, saya mendapatkan pengetahuan baru. Menurut penuturan pemateri seminar saat itu, movie dan film adalah dua hal yang berbeda. Bukan hanya dari segi bahasa tapi juga dari makna kedua kata itu sendiri. Dari yang telah dipaparkan, saya menarik kesimpulan bahwa movie biasanya hanya dijadikan sebagai media hiburan. Orang-orang pergi ke bioskop untuk menyaksikan tontonan yang menghibur. Dari segi cerita yang tidak terlalu berat untuk dipahami dan sifat movie yang memang dijadikan sebagai hiburan. Sedangkan film itu sendiri biasanya memiliki alur cerita yang lebih kompleks. Tidak hanya sebagai hiburan, film juga seringkali dijadikan sebagai media kritik, protes, motivasi, dan isu-isu sosial lainnya.

Selain itu, movie sendiri biasanya berdurasi panjang. Selagi cerita dan pengambilan gambar yang disajikan apik¸ penonton akan betah berlama-lama menatap layar. Tapi film umumnya berdurasi pendek. Karena tujuan dari pembuatan film itu sendiri adalah pesan yang coba diangkat bisa diterima oleh audience. Dewasa ini banyak sekali filmmaker yang memproduksi film-film pendek. Tujuannya bukan untuk komersil, melainkan untuk ditampilkan di berbagai gelaran screening film. Atau diikutsertakan di berbagai festival film yang kini sudah banyak menjamur di berbagai kota di Indonesia.

Jakarta, Bandung, Malang, Surabaya. Kampus, perusahaan, instansi pemerintahan kini banyak menggelar festival film pendek dengan berbagai tema yang diangkat. Tidak hanya kota metropolitan tapi juga kota kecil seperti Cirebon terpantik untuk mengadakan festival film. Di tahun 2019 ini, Cirebon punya 3 gelaran festival yang sudah terlaksana. Festival Film Bahari dan Festival Film Lemahabang yang terselenggara di bulan Agustus lalu. Dan di akhir bulan November ini, Cirebon Film Festival (Ciffest 2019) baru selesai digelar.

Dewan Juri Ciffest 2019
                                                                                                Dewan Juri Ciffest 2019

Ciffest merupakan gelaran pertama yang dimonitori langsung oleh Dewan Kesenian Cirebon Kota (DK Ciko) divisi perfilman. Sedangkan untuk pelaksana itu sendiri merupakan kolaborasi dari teman-teman De`gradasi dan Cirebon Screen sebagai komunitas yang bergerak di bidang film pendek. Berangkat dari keinginan untuk lebih menghidupkan ekosistem perfilman Cirebon menjadi lebih baik, terselenggaralah kegiatan tersebut.

Ciffest memulai pra-event pertama dengan kegiatan Seminar Manajemen Produksi Film Pendek yang diisi oleh mahasiswa perfilman di salah satu kampus seni di Bandung. Tujuannya adalah untuk memberikan sedikit gambaran tentang pembuatan film pendek. Bagaimana sebuah film bisa dibuat dengan manajemen yang baik. Menghasilkan visual sesuai dengan yang telah dinarasikan ke dalam naskah.

Dilanjut dengan pra-event kedua sampai keempat yang menampilkan film-film pendek. Film yang ditampilkan pun merupakan hasil karya teman-teman filmmaker Cirebon. Hal ini dilakukan selain sebagai bentuk apresiasi atas film yang dibuat, juga sebagai pemantik agar lebih banyak lagi film pendek yang lahir dari komunitas di Cirebon. Kegiatan screening ini pun bukan hanya menayangkan film, tapi juga menghadirkan para kru itu sendiri. Penonton yang hadir bisa berdiskusi langsung dengan sutradara mengenai ide cerita, proses syuting, hambatan sampai hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat memproduksi film pendek. Hal yang coba disampaikan adalah film tidak harus selalu lahir dari production house ternama. Komunitas-komunitas kecil pun bisa menghasilkan sebuah karya asalkan dibarengi dengan pembekalan yang cukup. Mengenai pembuatan naskah, pengambilan gambar, equipment, kru, budget yang tentu jauh di bawah produksi film oleh production house ternama.

Screening film pendek lokal juga diharapkan bisa saling mempertemukan dan mengenalkan antar pembuat film di Cirebon. Sebagai penegasan bahwa Cirebon mampu menghasilkan karya yang layak untuk diapresiasi. Sebagai penguat satu sama lain untuk terus produktif menghasilkan karya baru yang tentunya upgrade dari yang sudah-sudah. Pra-event terselenggara pada bulan September dan Oktober.

Dewan Juri Ciffest 2019

Submitting karya dibuka pada akhir bulan September. Dan karya yang masuk sampai close submisi tanggal 6 November sebanyak 375 film. Terdiri dari 4 kategori yaitu dokumenter umum, dokumenter pelajar, fiksi umum, dan fiksi pelajar. 10 nominasi yaitu dokumenter terbaik, fiksi terbaik, sutradara terbaik, penata kamera terbaik, pemeran terbaik untuk masing-masing kategori umum dan pelajar. Masing-masing 5 nominator yang berarti ada 50 film yang masuk sebagai nominator. Dan 1 nominasi film terbaik.

Sebagai puncak dari Cirebon Film Festival yaitu awarding dilaksanakan pada 24-26 November. Dipusatkan di Gedung Kesenian Nyi Mas Rarasantang, dengan mengundang para nominator dan berbagai komunitas yang ada di Cirebon. Dengan mengadakan screening film lokal di hari pertama berikut dengan diskusinya. Penayangan film juri dan diskusinya dengan juri-juri Ciffest langsung.

Hari kedua dilanjut dengan pemaparan materi tentang ekosistem perfilman di Indonesia. Disampaikan oleh Bapak Soleh Ruslani dan Bapak Embie C. Noer. Kita tidak hanya dibukakan pikirannya mengenai film secara umum tapi pembahasan lebih dalam lagi tentang itu. Dan malam harinya dilanjutkan dengan awarding. Pengumuman pemenang dari ke-11 nominasi yang sudah ada. Para pemenang yang hadir menerima hadiah berupa plakat, sertifikat, serta uang pembinaan. Mereka pun dipersilakan untuk menyampaikan sepatah duapatah kata atas pencapaiannya. Wajah-wajah bahagia jelas terlihat di sana. Nampak mereka bangga atas apa yang telah diraih. Film-film terbaik yang dibuat telah diapresiasi oleh ketiga dewan juri yang mana Pak Dedi Setiadi, Pak Soleh Ruslani dan Pak Embie C. Noer merupakan juri Festival Film Indonesia tahun ini. Suatu kebanggaan tak terkira rasanya jika saya menjadi mereka.

Cirebon Film Festival 2019

Dan di hari terakhir menghadirkan kelas tambahan. Membahas tentang Industri Kreatif dalam Sinematografi yang disampaikan oleh Bang Naedi Zunaedin selaku filmmaker Cirebon. Dan kelas tambahan kedua membahas tentang Jajan dari Videografi yang dibawakan oleh Bang Faim Achmad yang juga selaku videographer di Cirebon. Malam harinya, menampilkan special screening yang menyajikan film berjudul Tarling is Darling. Film garapan Kang Ester ini sudah melenggang di berbagai festival kelas dunia. Film dokumenter yang berlatar di Indramayu ini menceritakan tentang bagaimana kesenian tarling begitu memiliki dampak yang cukup besar bagi penikmatnya. Film ini mendapat banyak perhatian tidak hanya di tempat asal pembuatannya, justru apresiasi lebih besar diberikan oleh festival-festival film kelas dunia seperti Cinemasia Film Festival Amsterdam, Busan International Film Festival, dan masih banyak lainnya.

Tujuan diselenggarakannya Cirebon Film Festival selain sebagai pembangun ekosistem perfilman di Cirebon, juga sebagai sarana apresiasi atas film pendek yang kian hari kian menjamur. Banyaknya film pendek yang semakin berkualitas tentu membuat pegiat dunia kreatif (dalam hal ini komunitas film) yang ada di Cirebon berkeinginan untuk mengadakan festival. Diharapkan ke depannya, semakin banyak filmmaker Cirebon yang terpantik untuk berkarya saat mereka tahu bahwa film yang mereka buat tidak hanya sebagai tontonan dalam circle mereka sendiri. Namun juga diapresiasi oleh para penikmat film melalui acara screening maupun festival.