Sepakbola Sebagai Teologi Pembebasan Driver Becak Jadi Orang Sukses

Karyneiko
  • 2 tahun
  • 439
  • 0

Banyaknya profesi yang berhubungan langsung dengan sepak bola,  yang paling kita kenal adalah pemilik klub, pelatih dan pemain. Sebagai pencinta olahraga  ini tentu kita lebih mengenal figur-figur seperti Florentino Perez, Silvio Berlusconi, Pep Guardiola, Jose Mourinho, Lionel Messi, Boaz Solossa atau Febri Haryadi yang namanya hilir mudik di media cetak maupun digital.

Akan tetapi ada satu pekerjaan yang keberadaannya tak bisa dipandang sebelah mata karena sangat sentral untuk sebuah tim sepak bola, kitman namanya. Mengapa kitman begitu penting kehadirannya? Bukankah yang jatuh bangun mengupayakan kemenangan di lapangan adalah para pemain? Bukankah yang paling pusing memikirkan strategi guna menaklukkan lawan adalah pelatih ?

Kitman bertugas layaknya pembantu rumah tangga dalam sebuah tim. Istilah lokalnya lebih dikenal sebagai pembantu umum. Dialah yang bertugas menyediakan kelengkapan tim sebelum berlatih atau bertanding.

Kitman mesti tahu pemain mana yang meminta seragam berlengan panjang atau sebaliknya. Ia juga jadi orang pertama yang harus tahu bila ada seragam tim yang rusak atau tak dapat dikenakan lagi sehingga pihak klub dapat sesegera mungkin mendapatkan penggantinya.

Begitu juga dengan ban kapten, kaos kaki hingga sepatu para punggawa tim. Kitman lah yang bertanggungjawab menyiapkan semua kebutuhan pemain sebelum bertanding. Ada satu saja yang terlewat, maka bisa fatal akibatnya.

“Saya datang dua jam sebelum latihan dimulai,” ungkap Ade Ali salah satu Kitman Timnas Indonesia

Sebagai seorang yang bertanggung jawab mempersiapkan semua perlengkapan pemain dan pelatih menjadi hal wajib untuk mereka datang lebih awal.

Ia berlaku layaknya Ibu kepada anaknya Kitman akan memberikan apa yang diperlukan pemain. Bahkan peralatan untuk latihan juga sudah disusunnya di pinggir lapangan.

Menjadi seorang Kitman bukan pekerjaan mudah. Hanya saja lewat sikap tulus dan ikhlas mereka mampu melaksanakannya. Dari sini kita juga bisa belajar apabila semua yang tampak besar di lapangan ada hal kecil menyokongnya di belakang. Messi dan Ronaldo yang hebat itu tanpa Kitman pasti tidak bisa tunjukkan performa seperti sekarang.

“Semua harus siap sebelum pelatih dan pemain datang ke lapangan,” kata pria 39 tahun asal Cirebon, Jawa Barat, itu.

Ali, barangkali, adalah bukti bahwa sepak bola bisa menjadi ’’teologi pembebasan’’ untuk lepas dari belitan kesulitan finansial tidak hanya dengan menjadi pemain. Menjadi kitman membuat kehidupan Ali kini berkecukupan.

Ali sebenarnya berprofesi sebagai seorang tukang becak. Namun dirinya aktif di dunia sepak bola kota dan kabuoaten Cirebon dari sebagai pemain sampai jadi wasit.

Namun nasib kurang beruntung ia dapati dan hanya sebagai penarik becak. Penghasilanya pun tidak menentu bahkan tidak jarang pulang ke rumah dengan tangan hampa.

“Sebelum pulang dengan tangan hampa saya keliling ke teman yang punya uang entah itu hutang atau minta yang penting saya pulang bawa uang buat anak-anak,” kenang Ali

Nasibnya berubah  bermula ketika Coach Indra Sjafri membawa timnas U-19 tur ke Cirebon dalam rangka pematangan tim sekaligus mencari pemain. Suatu ketika, Indra yang kini membutuhkan tukang pijat.

Pengurus Bina Putra FC, klub di Cirebon yang menjadi lawan tanding timnas U-19 saat itu merekomendasikan Ali. Kebetulan, dia mewarisi bakat memijat dari sang ayah. Ali pun sering mendapatkan tips dari teman-teman wasit saat ada turnamen karena jasanya mijit para wasit seniornya.

Hubungannya dengan Coach Indra kian dekat setelah dia ditunjuk Bina Putra menjadi Liaison Officer yang mengurusi segala kebutuhan timnas U-19 selama di Cirebon. Di sejumlah kesempatan, Ali pun curhat kepada Indra tentang kerasnya kehidupan yang harus dijalani.

Tapi, Indra tak langsung merespons. Ketika bersama para pemainnya meninggalkan Cirebon, pelatih berdarah Minang itu hanya meminta nomor telepon Ali. Lalu bilang akan membawa Ali ke Timnas.

Harapan Ali ke Indra sempat sirna setelah berselang dua bulan tidak ada kabar dari Indra. Namun, pada suatu siang, di pengujung 2010, kabar baik itu datang. Sebuah nomor asing menghubungi Ali lewat ponselnya.

Ternyata itu adalah Coach Indra yang menyuruhnya datang ke Jakarta siang itu juga. Ali yang kebetulan sedang mengayuh becak merasa senang dan bingung.

Setelah mengantarkan penumpang tersebut, Ali langsung buru-buru kembali ke rumah untuk memberikan kabar baik itu kepada sang istri. Sayang, sesampai di rumah, perasaan senang itu berubah menjadi kepanikan. Sebab, mereka tidak memiliki cukup tabungan untuk ongkos Ali bisa berangkat ke Jakarta.

Sebagai penyelamat, Ali dan istrinya memutuskan menjual televisi tabung ukuran 14 inci, satu-satunya harta paling berharga milik mereka.

Ali pun ahirnya menandatangani kontrak bersama timnas U-19 Evan Dimas Cs. Kesuksesanya bersama Timnas U-19 sebagai juara AFF bisa membeli rumah dan meninggalkan rumah petakan yang ia sewa seharga 300rb/bulan.

Ali juga bisa membeli kendaraan roda dua yang sebelumnya ia hanya mampu meminjam kendaraan roda dua dari kawanya yang merupakan Humas PSSI kota Cirebon.

Tidak sampai disitu saja Ali juga kembali dipercaya menjadi Kitman Timnas senior dan hanya mampu meraih juara kedua. Namun bonus yang diberikan pemerintah tidak kalah besar.

Apalagi kesuksesan bersama timnas U-22 yang kembali ditukangi oleh Coach Indra Sjafri menjuara AFF 2019. Ali kini sudah mempunya rumah diatas rata-rata tetangganya. Bahkan ia sudah memiliki kendaraan roda 4 hasil jerih payahnya bersama Timnas.

“Alhamdulillah roda kehidupan merubah kesulitan hidup menjadi kesuksesan,” tutur pria yang pernah menjadi Kitman Barito Putra ini.

Menarik bukan? Dibalik kesuksesan tim ada peran penting Kitman yang menyiapkan segala kebutuhan tim. Jangan hanya dilihat dari rupiah yang diterima, tapi tengoklah tanggung jawab yang begitu besar bahkan harus bangun paling awal dan tidur paling ahir. Tertarik menjadi Kitman?