Pagi itu,dalam perjalanan menuju tempat kerja, entah kenapa, saya pengen sekali lewat didaerah Kesambi dalam. Awalnya sekedar ingin melihat kondisi salah satu sekolah swasta yang gedungnya megah. Saat saya lewat, tempat itu lengang, tidak ada aktifitas pendaftaran sama sekali. Berbeda jauh dengan sekolah negeri yang penuh sesak orang tua berebut meyakinkan diri, takut anaknya nggak kebagian kursi. Beberapa orang ngobrol setengah berbisik disudut. Sebuah mobil dating dan turun perempuan msatengah tua dengan menenteng HP model terbaru. Dengan bergegas ia menuju meja daftar ulang dan menyodorkan surat keterangan sebagai keluarga miskin.

Mengapa itu bisa terjadi ? pikir saya, bukankah pemerintah seharusnya bisa mengatur semuanya menjadi baik dan benar. Bukankah sekolah swasta juga butuh murid agar eksistensinya terjaga. Kontrasnya dua kondisi itu membuat saya makin ingin mencari dimana letak kesalahannya. Tanpa maksud bicara atau protes.

Koran pagi tergeletak dimeja satpam, masih utuh dan klimis, karena saya adalah orang pertama yang membacanya. Tentu yang saya cari adalah berita tentang sekolah. Halaman satu, dua, bahkan sampai halaman tujuh belas, saya tidak menemukan statement, atau petuah yang menyejukan dari pejabat kota ini. Tidak ada yang bicara soal bagaimana membantu sekolah swasta dalam menghadapi kompetisi penerimaan siswa baru. Yang mereka omongkan cuma, memperjuangankan masyarakat yang ingin sekolah, dan itu hanya akal-akalan. Karena mengapa sekolah swasta tidak diberi ruang untuk bisa mendapatkan murid. Pengelola sekolah swasta seperti kalang kabut mencari murid kesana kemari. Ada yang membeaskan uang bayaran, bahkan sampai ada sekolah memberikan seragam gratis. Semuanya kalah dengan jalur yang dibuka secara sistematis oleh kebijakan yang sadar.

Kompetisi antara swasta dan negeri seperti diadu head to head dan pemerintah hanya menjadi penonton dengan sesekali menghitung peta pengamanan kebijakan yang di “urak” ditengah jalan kegiatan. Itu tindakan yang diskriminatif. Siapapun pasti akan tahu bahwa sekolah swastalah yang dihancurkan. Itu terbukti dengan jelas, banyak sekolah swasta yang lambat laun mati. Sebuah eksekusi yang dilakukan secara sadar.