Memaknai Tari Sintren Dalam Kehidupan

Tari Sintren salah satu kesinian tradisional dari Cirebon yang kental nuansa mistis dan filosofis. Kesenian ini semakin tergerus zaman dan jarang ditampilkan hanya pada even tertentu saja.

Ya mungkin bukan saja karena berbau mistis bisa saja sekarang ini sulit mencari gadis yang masih perawan. Syarat wajib bagi penari sintren adalah gadis yang masih perawan. Konon bila penari sudah tidak perawan akan susah dirasuki roh gaib yang dipercaya bidadari.

“Turun-turun sintren, sintrene midadari nemu kembang yun ayunan…” itulah sebaris syair lagu yang mengiringi tarian sintren dengan dupa yang mengelilingi si penari.

Namun saya tidak akan membahas tentang mitos dan mistis tari sintren. Coba kita lihat banyak sekali makna yang tersirat dalam kesenian ini.

Pertama kekompakan dan perpaduan antara penari dan para penabuh gamelan tentunya menandakan persatuan dan kebersamaan.

Kedua penari yang diikat dengan tali begitu keras dan dimasukan dalam kurungan. Namun penari tersebut bisa melepaskan diri dan berubah menjadi cantik. Ini bisa kita maknai bahwa bangsa kita ini hebat. Sekalipun dijajah bertahun lamanya dengan penjajah silih berganti namun mampu bertahan dan lepas dari penjajahan.

Nah saat penari yang sudah mampu lolos dari jerat belunggu tersebut dengan percaya diri keluar dengan dandanan laksana putri raja berkacamata hitam. Menari dalam keadaan setngah sadar tanpa melihat sekelilingnya kita maknai saja bahwa bangsa kita ingin hidup bahagia dengan bebas.

Namun dalam tarian itu ada bagian yang saya rasa sangat penting dan kerapkali terjadi dalam kehidupan bangsa kita. Saat penari sedang asyik berjoget tiba-tiba berhenti saat dilempar uang langsung tidak sadarkan diri. Harus dibantu untuk kembali berdiri tegak dan dibacakan mantra agar kembali menari.

Ini bisa bermakna bangsa kita tidak benar-benar terlepas dari penjajahan. Saat dilempar uang maka akan diam dan tidak bisa melawan. Seperti yang banyak terjadi dalam kehidupan terutama berpolitik, saat menjadi oposan dan mengkritik pemerintah tiba-tiba berhenti dan berbalik menjadi pendukung saat diberi harta dan tahta (jabatan).

Tarian Sintren menggugah kesadaran kita akar tidak menjadi lemah karena uang. Tapi mudah-mudahan itu makna analisa saya saja. Karena filosofi sesungguhnya bukan itu.

Mari tetap kita lestarikan kesneian tradisional sintren agar tidak punah dimakan zaman. Tentunya dengan catatan masih banyak gadis perawan untuk dijadikan penari. Bila tarian ini punah bisa dipastikan sudah tidak ada lagi gadis yang masih perawan.